Terbayang di benak kita, istri shalihah adalah wanita yang senantiasa menjaga shalat, banyak melakukan shalat sunnah, berpuasa bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji, rajin melaksanakan ibadah umrah, tak pernah berhenti berdzikir kepada Allah dan komitmen menjaga hijab dan memelihara rumah.
Pemahaman seperti itu tidak salah –insya Allah- bila dilihat dari
sisi kepentingan pribadi wanita itu sendiri. Akan tetapi, pemahaman itu
masih kurang sempurna bila membaca hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkaitan dengan penjelasan beliau tentang definisi wanita shalihah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah
bertaqwa kepada Allah daripada istri yang shalihah. (Yaitu), bila ia
menyuruhnya maka ia mentaatinya, bila suami memandangnya membuat hati
senang, bila bersumpah maka ia mendukungnya, dan bila ia pergi maka ia
dengan tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqas rahimahullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Empat hal yang termasuk kebahagiaan, yaitu istri yang shalihah,
tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang
nyaman. Dan empat hal termasuk penderitaan adalah tetangga yang buruk,
istri yang buruk, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit. (HR. Ahmad).
Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan,
wanita shalihah merupakan salah satu sebab kebahagiaan dari empat sebab
kebahagiaan. Dan sebaliknya, wanita yang tidak shalihah merupakan salah
satu dari empat penyebab kesengsaraan. Hadits Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berikut mempertegas hal tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan
di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah. Jika engkau memandangnya,
engkau akan kagum kepadanya. Dan jika engkau pergi darinya, engkau
tetap merasa aman tentang dirinya dan hartamu. Dan di antara
kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya, engkau
merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu. Dan jika
engkau pergi darinya, engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu.” (HR. Ibnu Hibban di dalam as-Silsilah ash-Shahihah, hadits no. 282).
Tampak jelas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
menyebutkan empat karakteristik wanita shalihah. Keshalihan seorang
wanita tidak hanya terbatas pada banyaknya shalat, puasa, haji, umrah
atau banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Empat sifat
atau akhlak di atas berkaitan dengan kepuasan dan ridha suami terhadap
istri, dari mulai sikap mentaati, berhias, dan menjaga diri serta
memelihara harta sang suami.
Seorang wanita, apabila shalat dengan baik, qiyamul-lail hingga
kakinya bengkak, selalu berpuasa, dan lisannya senantiasa berdzikir
serta berhijab dengan sempurna, ia tidak bisa disebut sebagai wanita
shalihah apabila ia selalu melawan suami, berpenampilan kurang sedap di
hadapan suami, bersikap kurang ramah dan tidak menjaga dirinya, serta
membelanjakan harta suami tanpa seizinnya.
Oleh karenanya, keberadaan wanita shalihah semestinya dipandang dari
tujuan utama dicipta wanita, yaitu berfungsi sebagi sumber ketenangan
dan ketenteraman suami. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu dari istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar0benar terdapat
tanda-tanda bagi kamu yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Posting Komentar