A. Pengertian
Secara bahasa, kata nifas itu artinya
adalah melahirkan, yaitu seorang wanita yang hamil dan melahirkan bayi.
Sedangkan secara istilah, meski banyak kemiripan, namun para ulama punya
definisi yang agak berbeda, sesuai dengan hukum-hukum nifas yang mereka tetapkan.[1]
Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi’iyah mendefinisikan nifas sebagai: darah yang keluar karena melahirkan.
Al-Malikiyah mendefinisikan nifas lebih
spesifik, yaitu: darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita karena
sebab melahirkan dengan normal dan sehat, dimana darah itu keluar
bersama bayi dan sesudahnya, tetapi bukan darah yang keluar sebelum bayi
itu lahir.
Al-Hanabilah menyebutkan bahwa definisi
nifas adalah: darah yang keluar dari rahim bersama dengan kelahiran
bayi, termasuk yang keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran, hingga hari
ke-40 dari kelahiran.
Kalau menggunakan definisi mazhab Hambali di atas,
maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa darah yang keluar 2 atau 3
sebelum kelahiran juga termasuk darah nifas. Sedangkan jumhur ulama
umumnya mengatakan bahwa darah yang keluar sebelum kelahiran bayi bukan
termasuk darah nifas.
B. Rentang Waktu Nifas
Para ulama berbeda pendapat tentang masa rentang waktu nifas, baik tentang berapa lama minimalnya maupun maksimalnya.
1. Rentang Minimal
Jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa
waktu yang dibutuhkan untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling
cepat adalah hanya sekejap atau hanya sekali keluar. Bila seorang wanita
melahirkan dan darah berhenti begitu bayi lahir maka selesailah
nifasnya. Dan dia langsung wajib mendirikan shalat 5 waktu serta wajib berpuasa Ramadhan sebagaimana biasanya.[2]
Sedangkan Abu Hanifah menyebutkan bahwa masa rentang waktu nifas itu minimal
15 hari. Sedangkan Abu Yusuf mengatakan 11 hari. Sedangkan Muhammad
mengatakan bahwa masa minimal nifas itu tergantung pengakuan wanita yang
melahirkan.[3]
Al-Muzani yang bermazhab As Syafi’iyah kali ini
agak berbeda dengan pandangan resmi mazhabnya, beliau mengatakan 4 hari
adalah masa minimal berlangsungnya nifas bagi seorang wanita yang
melahirkan. [4]
2. Rentang Maksimal
Jumhur ulama di dalamnya ada
mazhab Al Hanafiyah dan Al Hanabilah mengatakan bahwa rentang waktu
maksimal buat seorang wanita mengalami nifas adalah 40 hari.
Menurut Asy Syafi’iyah biasanya nifas itu empat puluh hari sedangkan menurut Al Malikiyah dan juga Asy Syafi’iyah paling lama nifas itu adalah enam puluh hari. Dalilnya adalah hadis berikut ini:
Dari Ummi Salamah bahwa dirinya
bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,”Berapa lama
seorang wanita duduk (bernifas) ketika melahirkan?” Beliau Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam menjawab,”Wanita bernifas selama 40 hari kecuali bila
dia
mendapatkan dirinya telah suci sebelum itu.” (HR. Ad Daruquthni)
Dari Ummu Slamah Radhiyallahu ‘Anh
berkata: para wanita yang mendapat nifas dimasa Rasulullah duduk selama
empat puluh hari empat puluh malam (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy).
At-Tirmizi berkata setelah menjelaskan
hadis ini: bahwa para ahli ilmu di kalangan sahabat Nabi para tabi’in
dan orang-orang yang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas
harus meninggalkan salat selama empat puluh hari kecuali darahnya itu
berhenti sebelum empat puluh hari. bila demikian ia harus mandi dan
salat.
Namun bila selama empat puluh hari darah
masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh
meninggalkan salatnya.
3. Larangan
Hal-hal yang dilarang dilakukan wanita
yang sedang nifas nifas sama dengan hal-hal yang diharamkan oleh wanita
yang sedang haidh yaitu:
1. Shalat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan
Nifas diharamkan untuk melakukan salat. Begitu juga mengqada’ salat.
Sebab seorang wanita yang sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya
untuk melakukan salat. Dalilnya adalah hadis berikut ini:
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh
berkata: ‘Di zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu kami
mendapat nifas lalu kami diperintahkan untuk mengqada’ puasa dan tidak
diperintah untuk mengqada’ shalat (HR. Jama’ah).
Selain itu juga ada hadis lainnya:
‘Dari Fatimah binti Abi Khubaisy
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bila kamu
mendapatkan nifas maka tinggalkan salat’
2. Berwudhu’ atau mandi janabah
Asy Syafi’iyah dan Al Hanabilah
mengatakan bahwa: ‘wanita yang sedang mendapatkan haidh diharamkan
berwudu’dan mandi janabah. Adapun sekedar mandi biasa yang tujuannya
membersihkan badan tentu saja tidak terlarang. Yang terlarang disini
adalah mandi janabah dengan niat mensucikan diri dan mengangkat hadats
besar padahal dia tahu dirinya masih mengalami nifas atau haidh.
3. Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan nifas
dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk
menggantikannya dihari yang lain.
4.Thawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan
nifas dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek ibadah haji
tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci dari
hadats besar.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bila kamu
mendapat haidh lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf
disekeliling ka’bah hingga kamu suci (HR. Mutafaq ‘Alaih)
5. Menyentuh Mushaf dan Membawanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al Quran Al Kariem tentang menyentuh Al Quran: Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.’ . (QS Al Waqi’ah ayat 79)
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang nifas dilarang menyentuh mushaf Al Quran
6. Melafazkan Ayat-ayat Al Quran
Mazhab Al Hanafiyah, Asy-Syafi’iyah dan
Al Hanabilah sepakat bahwa seorang wanita yang sedang haidh diharamkan
untuk melafadzkan Al Quran.
Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)
Namun ada pula pendapat yang membolehkan
wanita nifas membaca Al Quran dengan catatan tidak menyentuhmushaf dan
takut lupa akan hafalannya bila masa nifasnya terlalu lama. Juga dalam
membacanya tidak terlalu banyak.
Pendapat ini adalah pendapat Malik. Hujjah mereka adalah karena hadits di atas dianggap dhaif oleh mereka.[5] Kecuali dalam hati doa atau zikir yang lafaznya diambil dari ayat Al Quran secara tidak langsung.
7. Masuk ke Masjid
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ‘Tidak kuhalalkan
masjid bagi orang yang junub dan haidh’. (HR. Bukhari Abu Daud dan Ibnu
Khuzaemah.)
8. Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuhdengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al Quran Al-Kariem berikut ini:
‘Mereka bertanya kepadamu tentang
haidh. Katakanlah: ‘Haidh itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.(QS Al Baqarah: 222)
Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidakmenyetubuhinya.
Sedangkan Al Hanabilah membolehkan
mencumbu wanita yang sedang nifas pada bagian tubuh selain antarapusar
dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh
sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau ditanya
tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haidh maka beliau menjawab:
‘Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama’ah).
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang
nifas ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari nifas
dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai nifas saja tetapi juga
mandinya. Sebab didalam al Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa
wanita haidh itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi
suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi
janabah itu adalah pendapat al Malikiyah dan Asy Syafi’iyah serta al
Hanafiyah.
D. Kasus
Bila seorang wanita mendapat darah tiga
hari sebelum kelahiran sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama
bahwa darah nifas itu adalah darah yang keluar pada saat melahirkan.
maka darah yang kelauar sebelumnya bukanlah darah nifas tetapi darah
fasad.
Bila seorang wanita telah selesai nifas
dan mandi tibatiba darah keluar lagi setelah empat puluh hari Ada ulama
yang berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk nifas, sehingga
bila keluar lagi setelah berhenti sebelumnya, maka itu termasuk nifas
juga bukan darah istihadhah karena itu dia tetap tidak boleh salat dan
berpuasa.
Namun para fuqaha yang lain mengatakan
bahwa: masa nifas itu hanyalah empat puluh hari atau enam puluh hari
(sesuai Mazhab Asy-Syafi’iah), sehingga bila keluar lagi darah setelah
itu tidak bisa disebut darah nifas, dan itu adalah darah istihadhah.
[1]
Fathul Qadir jilid 1 halaman 164, Al Iqna’ jilid 1 halaman 82,
Nihayatulmuhtaj jilid 1 halaman 305, Mughni Al Muhtaj jilid 1 halaman
108, Kasysyaf Al Qina’ jilid 1 halaman 297
[2] Raudhatuthalibin jilid 1 halaman 174, Mughni Al Muhtaj jilid 1 halaman 119
[3] Fathul Qadir jilid 1 halaman 166
[4] Raudhatuthalibin jilid 1 halaman 174
[5] Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 133
Posting Komentar