Bantu Menghafal Al Qur'an

Headlines News :
Home » , » Fiqh Nifas

Fiqh Nifas

Written By Unknown on Senin, 13 Januari 2014 | 08.49

A. Pengertian
Secara bahasa, kata nifas itu artinya adalah melahirkan, yaitu seorang wanita yang hamil dan melahirkan bayi. Sedangkan secara istilah, meski banyak kemiripan, namun para ulama punya definisi yang agak berbeda, sesuai dengan hukum-hukum nifas yang mereka tetapkan.[1]
Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi’iyah mendefinisikan nifas sebagai: darah yang keluar karena melahirkan.
Al-Malikiyah mendefinisikan nifas lebih spesifik, yaitu: darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita karena sebab melahirkan dengan normal dan sehat, dimana darah itu keluar bersama bayi dan sesudahnya, tetapi bukan darah yang keluar sebelum bayi itu lahir.
Al-Hanabilah menyebutkan bahwa definisi nifas adalah: darah yang keluar dari rahim bersama dengan kelahiran bayi, termasuk yang keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran, hingga hari ke-40 dari kelahiran.
Kalau menggunakan definisi mazhab Hambali di atas, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa darah yang keluar 2 atau 3 sebelum kelahiran juga termasuk darah nifas. Sedangkan jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa darah yang keluar sebelum kelahiran bayi bukan termasuk darah nifas.
B. Rentang Waktu Nifas
Para ulama berbeda pendapat tentang masa rentang waktu nifas, baik tentang berapa lama minimalnya maupun maksimalnya.
1. Rentang Minimal
Jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling cepat adalah hanya sekejap atau hanya sekali keluar. Bila seorang wanita melahirkan dan darah berhenti begitu bayi lahir maka selesailah nifasnya. Dan dia langsung wajib mendirikan shalat 5 waktu serta wajib berpuasa Ramadhan sebagaimana biasanya.[2]
Sedangkan Abu Hanifah menyebutkan bahwa masa rentang waktu nifas itu minimal 15 hari. Sedangkan Abu Yusuf mengatakan 11 hari. Sedangkan Muhammad mengatakan bahwa masa minimal nifas itu tergantung pengakuan wanita yang melahirkan.[3]
Al-Muzani yang bermazhab As Syafi’iyah kali ini agak berbeda dengan pandangan resmi mazhabnya, beliau mengatakan 4 hari adalah masa minimal berlangsungnya nifas bagi seorang wanita yang melahirkan. [4]
2. Rentang Maksimal
Jumhur ulama di dalamnya ada mazhab Al Hanafiyah dan Al Hanabilah mengatakan bahwa rentang waktu maksimal buat seorang wanita mengalami nifas adalah 40 hari.
Menurut Asy Syafi’iyah biasanya nifas itu empat puluh hari sedangkan menurut Al Malikiyah dan juga Asy Syafi’iyah paling lama nifas itu adalah enam puluh hari. Dalilnya adalah hadis berikut ini:
Dari Ummi Salamah bahwa dirinya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,”Berapa lama seorang wanita duduk (bernifas) ketika melahirkan?” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,”Wanita bernifas selama 40 hari kecuali bila dia
mendapatkan dirinya telah suci sebelum itu.” (HR. Ad Daruquthni)
Dari Ummu Slamah Radhiyallahu ‘Anh berkata: para wanita yang mendapat nifas dimasa Rasulullah duduk selama empat puluh hari empat puluh malam (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy).
At-Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini: bahwa para ahli ilmu di kalangan sahabat Nabi para tabi’in dan orang-orang yang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus meninggalkan salat selama empat puluh hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh hari. bila demikian ia harus mandi dan salat.
Namun bila selama empat puluh hari darah masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan salatnya.
3. Larangan
Hal-hal yang dilarang dilakukan wanita yang sedang nifas nifas sama dengan hal-hal yang diharamkan oleh wanita yang sedang haidh yaitu:
1. Shalat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan Nifas diharamkan untuk melakukan salat. Begitu juga mengqada’ salat. Sebab seorang wanita yang sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya untuk melakukan salat. Dalilnya adalah hadis berikut ini:
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: ‘Di zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu kami mendapat nifas lalu kami diperintahkan untuk mengqada’ puasa dan tidak diperintah untuk mengqada’ shalat (HR. Jama’ah).
Selain itu juga ada hadis lainnya:
‘Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bila kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan salat’
2. Berwudhu’ atau mandi janabah
Asy Syafi’iyah dan Al Hanabilah mengatakan bahwa: ‘wanita yang sedang mendapatkan haidh diharamkan berwudu’dan mandi janabah. Adapun sekedar mandi biasa yang tujuannya membersihkan badan tentu saja tidak terlarang. Yang terlarang disini adalah mandi janabah dengan niat mensucikan diri dan mengangkat hadats besar padahal dia tahu dirinya masih mengalami nifas atau haidh.
3. Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya dihari yang lain.
4.Thawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci dari hadats besar.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bila kamu mendapat haidh lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf disekeliling ka’bah hingga kamu suci (HR. Mutafaq ‘Alaih)
5. Menyentuh Mushaf dan Membawanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al Quran Al Kariem tentang menyentuh Al Quran: Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.’ . (QS Al  Waqi’ah ayat 79)
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang nifas dilarang menyentuh mushaf Al Quran
6. Melafazkan Ayat-ayat Al Quran
Mazhab Al Hanafiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al Hanabilah sepakat bahwa seorang wanita yang sedang haidh diharamkan untuk melafadzkan Al Quran.
Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)
Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita nifas membaca Al Quran dengan catatan tidak menyentuhmushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa nifasnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak.
Pendapat ini adalah pendapat Malik. Hujjah mereka adalah karena hadits di atas dianggap dhaif oleh mereka.[5] Kecuali dalam hati doa atau zikir yang lafaznya diambil dari ayat Al Quran secara tidak langsung.
7. Masuk ke Masjid
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ‘Tidak kuhalalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh’. (HR. Bukhari Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.)
8. Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuhdengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al Quran Al-Kariem berikut ini:
‘Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: ‘Haidh itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS Al Baqarah: 222)
Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidakmenyetubuhinya.
Sedangkan Al Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang nifas pada bagian tubuh selain antarapusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haidh maka beliau menjawab:
‘Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama’ah).
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang nifas ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari nifas dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai nifas saja tetapi juga mandinya. Sebab didalam al Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haidh itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah itu adalah pendapat al Malikiyah dan Asy Syafi’iyah serta al Hanafiyah.
D. Kasus
Bila seorang wanita mendapat darah tiga hari sebelum kelahiran sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama bahwa darah nifas itu adalah darah yang keluar pada saat melahirkan. maka darah yang kelauar sebelumnya bukanlah darah nifas tetapi darah fasad.
Bila seorang wanita telah selesai nifas dan mandi tibatiba darah keluar lagi setelah empat puluh hari Ada ulama yang berpendapat bahwa tidak ada batas maksimal untuk nifas, sehingga bila keluar lagi setelah berhenti sebelumnya, maka itu termasuk nifas juga bukan darah istihadhah karena itu dia tetap tidak boleh salat dan berpuasa.
Namun para fuqaha yang lain mengatakan bahwa: masa nifas itu hanyalah empat puluh hari atau enam puluh hari (sesuai Mazhab Asy-Syafi’iah), sehingga bila keluar lagi darah setelah itu tidak bisa disebut darah nifas, dan itu adalah darah istihadhah.


[1] Fathul Qadir jilid 1 halaman 164, Al Iqna’ jilid 1 halaman 82, Nihayatulmuhtaj jilid 1 halaman 305, Mughni Al Muhtaj jilid 1 halaman 108, Kasysyaf Al Qina’ jilid 1 halaman 297
[2] Raudhatuthalibin jilid 1 halaman 174, Mughni Al Muhtaj jilid 1 halaman 119
[3] Fathul Qadir jilid 1 halaman 166
[4] Raudhatuthalibin jilid 1 halaman 174
[5] Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 133
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kajian Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger