Prinsip Dasar
Islam
adalah agama sempurna dan menyeluruh, tidak pernah melupakan satu sisi
saja dari kehidupan dan kebutuhan manusia. Islam tidak meridhai
ketidakseimbangan bagi umatnya, memikirkan satu hal namun melalaikan
yang lain. Memikirkan agama, dan melupakan dunia secara total.
Memikirkan jiwa, dan melupakan tubuh. Itu bukan dari Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ
“Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (QS. Al Mulk: 3)
Termasuk tema
ini, bahwa memperhatikan kesehatan tubuh dan perawatannya, baik bagi
laki-laki dan wanita, adalah bagian dari keseimbangan Islam. Islam tidak
menghendaki umatnya menjadi lemah dan inferior, baik lemah akal, jiwa,
fisik, ekonomi, politik, dan militer.
Allah Ta’ala berfirman:
وَكَأَيِّنْ
مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا
أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Dan
berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar
dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena
bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran (3): 146)
Dalam ayat lain:
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا
عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (QS. An
Nisa’ (4): 9)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ
Dari Abu
Hurairah, Dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih Allah cintai
dibanding mu’min yang lemah, dalam segala kebaikannya.” (HR. Muslim No.
2664, Ibnu Majah No. 79, Ibnu Hibban No. 5721, An Nasa’i No. 623, 624.
Ahmad No. 8791. Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 19960, Abu Ya’la dalam
Musnadnya No. 6251)
Demikianlah,
Islam sangat memperhatikan bahkan mengunggulkan kekuatan. Bahkan Imam
Ahmad ketika diminta untuk memilih, mana yang lebih utama, calon
pemimpin yang shalih tapi
lemah atau yang kuat walau tidak shalih? Dia lebih memilih pemimpin yang
kuat. Sebab kekuatan bagi seorang pemimpin bermanfaat bagi diri sendiri
dan rakyatnya, sedangkan kemaksiatannya ditanggung oleh dirinya
sendiri. Sebaliknya keshalihan pemimpin hanya bermanfaat bagi diri
sendiri, namun kelemahannya justru membawa bahaya bagi keamanan rakyat
dan negaranya.
Maka,
apa saja yang bisa menghantarkan kepada kekuatan, seperti makanan yang
sehat dan halal, berolahraga (senam), dan menghindari segala perusak
kesehatan, adalah sesuatu yang masyru’ (disyariatkan) dalam Islam, baik
muslim dan muslimah.
Senam Akhwat ?
Senam adalah salah satu bentuk olah raga yang menyehatkan, sebagaimana penjelasan di atas, maka ia secara umum merupakan amal yang disukai oleh agama karena manfaatnya yang jelas.
Namun, Islam memiliki batas, adab, dan aturan main,
yang wajib difahami, dimengerti, dihormati, dan dijalani oleh setiap
pemeluknya, apalagi bagi yang sudah berlabel ‘aktifis Islam’, maka
seharusnya mereka, khususnya para akhwat, adalah orang pertama dan
utama dalam hal kepekaannya terhadap syariat dan batasannya. Bukan
justru yang menabrak, tidak peduli, masa bodoh, atau nyari pembelaan
yang takalluf (dipaksakan) dan tidak syar’i.
Sebenarnya,
iffah (rasa malu), wara’ (hati-hati), dan muru’ah (citra diri) seorang
muslimah da’iyah –walau tanpa harus disampaikan dalil-dalil syar’i-
sudah cukup bagi mereka untuk menahan diri, bertanya-tanya, dan risih,
serta tidak arogan, memaksakan diri melakukan perbuatan yang melanggar
syariah. Lalu mencari-cari pembelaan dan pembenaran yang tidak syar’i,
melainkan hawa nafsu, emosi, dan akal-akalan. Memang, di antara musibah
paling besar bagi manusia adalah ketika hilangnya rasa sensitifitas
terhadap dosa dan kesalahan, yang bisa jadi merupakan akumulusi
kesalahan yang sudah ada sebelumnya, namun tak ada yang mencoba
menegurnya. Akhirnya, kesalahan menjadi hal yang biasa.
Senam
akhwat, atau wanita secara umum, jika dilakukan di dalam ruangan
tertutup yang aman dan selamat dari pandangan laki-laki yang bukan
mahram, maka TIDAK MASALAH. Atau Senam di depan suami sendiri, terserah
dan bebas. Maka, senamlah wahai kaum wanita, di ruangan yang bisa
dipastikan tidak ada laki-laki ajnabi (asing) yang melihat.
Namun,
jika senam tersebut dilakukan di tempat terbuka di lakukan dengan jumlah
sedikit atau banyak sehingga lebih menyita perhatian manusia khususnya
laki-laki (karena jumlahnya yang banyak sehingga mudah terlihat), maka
ini adalah FITNAH dan MUSIBAH besar bagi kalian baik dunia dan akhirat
walau yang melihat hanya satu laki-laki bukan mahram. Banyak sedikit
bukanlah ukuran, esensinya –walau pun sendiri- seorang wanita tidak
dibolehkan syara’ melakukannya dihadapan laki-laki ajnabi. Sejak empat
belas abad lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
memperingatkannya; yakni wanita yang berlenggak lenggok di depan
laki-laki yang bukan mahramnya. Bukan hanya peringatan tetapi juga
ancaman, yakni di sebut Ahlun Nar (penduduk neraka). Na’udzubillah!
Ambil-lah pelajaran wahai muslimah …
Ingat,
tak ada senam tanpa goyang-goyang pinggang, ke kanan ke kiri, ke depan
ke belakang, membungkukan badan dan gerakan lainnya yang layak di sebut
senam. Di tambah lagi dengan iringan musik, maka lengkap sudah
kesamaannya dengan wanita yang berlenggak lenggok, jaipongan, nge-dance,
walau mereka berbeda niat dengan para penari alias dancer, walau
berjilbab lebar dan sempurna, walau tidak ada niat menggoda laki-laki.
Sebab, niat yang baik tidaklah merubah status hukum perbuatan yang
haram. Senam dan joget hanyalah mukhtalifah fil ismi walakin muttahidah
fis syakli war Ruh (berbeda dalam nama, namun sama dalam hal bentuk dan
esensi).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا
لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua
kelompok penghuni neraka yang belum saya lihat sekarang, yaitu kaum
yang membawa cemeti (cambuk) seperti ekor sapi yang digunakan untuk
memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang,
menggoyang-goyangkan tubuhnya, memiringkan kepalanya, seperti punuk
unta yang miring. Para wanita itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak
mendapatkan wanginya surga, padahal wanginya surga itu sudah bisa
tercium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim No. 2128. Ahmad
No. 8665. Ibnu Hibban No. 7461, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No.5357,
Al Baghawi No. 2578, Abu Ya’la No. 6690)
Ancaman
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini adalah haq (benar) dan
tidak main-main. Maka, bagi para muslimah yang pernah melakukannya,
bahkan justru menikmati dan memerintahkannya, maka hendaknya memperbaiki
keadaan dirinya dan bertobat kepada Allah Ta’ala, menyesali perbuatan
tersebut, membencinya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya.
Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah:
وَالْإِخْبَارُ
بِأَنَّ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَأَنَّهُ لَا يَجِدُ
رِيحَ الْجَنَّةِ مَعَ أَنَّ رِيحَهَا يُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
خَمْسِمِائَةِ عَامٍ وَعِيدٌ شَدِيدٌ يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيمِ مَا
اشْتَمَلَ عَلَيْهِ الْحَدِيثُ مِنْ صِفَاتِ هَذَيْنِ الصِّنْفَيْنِ
“Dan
keterangan ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan hal tersebut
termasuk golongan ahli neraka, bahkan tidak mendapatkan aroma surga,
padahal aroma surga dapat dicium sejak lima ratus tahun perjalanan, itu
merupakan ancaman keras yang menunjukkan haramnya perbuatan yang
terkandung dalam hadits tersebut yang merupakan sifat-sifat dua
kelompok tersebut.” (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 2/117, Maktabah
Ad Da’wah Al Islamiyah)
Maka
jika senam tersebut dilakukan dalam ruangan tertutup yang terjamin dari
pandangan mata laki-laki asing, jelaslah kebolehannya. Namun, jika
dilakukan di tempat terbuka, di mana laki-laki bisa melihatnya dengan
bebas, maka tidak ragu lagi, perbuatan tersebut termasuk keumuman hadits
di atas, sebagai perbuatan tercela, dengan ancaman yang sangat keras
dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Siapa pun manusia, apapun
jabatannya, setinggi apapun kedudukannya, tidaklah pantas menentang
ketetapan dari Allah dan RasulNya. Ada pun bagi para kader, dia harus
berpikir kritis, tidak taklid buta, tanpa di dasari oleh ilmu. Hendaknya
menanyakan berbagai masalah dan aktifitasnya kepada para asatidz, dan
tidak jalan sendiri.
Allah Ta’ala berfirman:
Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.(QS. An Nisa’ (4): 65)
Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah RasulNya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An Nur (24): 63)
Wallahu A’lam
Wanita Senam Bercampur Dengan Laki - Laki Non Mahram
Written By Unknown on Selasa, 07 Januari 2014 | 02.03
Label:
Umum
Posting Komentar