إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ (١٨)فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ (١٩)ثُمَّ قُتِلَ
كَيْفَ قَدَّرَ (٢٠)ثُمَّ نَظَرَ (٢١)ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ (٢٢)
”Sesungguhnya dia telah memikirkan dan memutuskan. Celakalah dia!
Bagaimana dia berani memutuskan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah
dia tetap memutuskan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam
muka dan merengut.” (QS. Al-Mudatstsir: 18 – 22)
Ayat ini berbicara tentang Walid bin Mughirah. Salah satu pemuka
Quraisy dari suku Makhzum yang terkenal dengan kekayaan dan kehebatannya
dalam bersyair. Dia adalah ayah Khalid bin Walid dan paman dari Abu
Jahal bin Hisyam bin Mughirah.
Suatu ketika dia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengarkan Al-Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membacakan beberapa ayat di surat Ghafir, hingga Walid merasa sangat
tersentuh dengan bacaan beliau. Usai mendengarkan Al-Quran, si Walid
mendatangi masyarakat Quraisy,
والله لقد سمعت من محمد آنفاً كلاماً ما هو من كلام الأنس
ولا من كلام الجن إن له لحلاوة وإن عليه لطلاوة وإن أعلاه لمثمر وإن أسفله
لمغدق وأنه يعلو وما يعلى عليه
”Demi Allah, baru saja aku mendengar dari Muhammad sebuah ucapan yang bukan termasuk bahasa manusia, bukan pula
bahasa jin. Sungguh sangat manis dan indah (untuk didengar). Bagian
atasnya berbuah, bagian bawahnya sangat lebat. Ucapan yang sangat mulia
dan tidak ada yang lebih mulia darinya.”
Berita ini pun sampai kepada Abu Jahal. Dia pun mendatangi Al-Walid
untuk menghilangkan pengaruh kekaguman terhadap Al-Quran dari pamannya,
”Wahai pamanku, seluruh kaummu hendak mengumpulkan harta mereka untuk
diserahkan kepadamu. Karena engkau telah mendatangi Muhammad untuk
mendengarkan ucapannya.”
Walid pun marah, dan membantah, ”Bukankah semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah orang yang paling kaya dan dan paling banyak anaknya?”
”Tapi tolong sampaikan kepada masyarakat Quraisy bahwa engkau mengingkari ucapan Muhammad,” pinta Abu Jahal.
”Lalu apa komentar yang bisa aku berikan? Bukankah aku ini orang yang
paling paham tentang syair?” Kemudian Walid memuji-muji Al-Quran yang
telah dia dengar dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pokoknya, Quraisy tidak bakalan ridha sampai engkau memberi komentar buruk untuk Al-Quran,” tegas Abu Jahal.
“Baik, tolong beri aku waktu untuk berpikir,” pinta Walid.
Dia pun berpikir. Berpikir, apa kira-kira komentar miring yang tepat
untuk ucapan Muhammad. Dia terus berpikir. Berpikir untuk membuat makar,
agar orang tidak lagi memberi simpati kepada ucapan Muhammad.
Sesungguhnya dia telah memikirkan dan memutuskan. Celakalah dia! Bagaimana dia berani memutuskan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia tetap memutuskan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut.
Selagi dia belum menemukan jawabannya, dia selalu merengut, bermuka
masam. Hingga akhirnya dia menemukan kata yang tepat untuknya. Ketika
itu, dia baru mulai merasa sombong, dan menolak kebenaran,
ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ (٢٣)فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ يُؤْثَرُ (٢٤)إِنْ هَذَا إِلا قَوْلُ الْبَشَرِ (٢٥)
“Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.
Lalu dia berkata, ‘(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang
dipelajari (dari tukang sihir terdahulu). Ini tidak lain hanyalah
perkataan manusia.’” (QS. Al-Mudatstsir: 23 – 25)
Dua kalimat kunci yang ditemukan si Walid untuk memberikan komentar miring terhadap Al-Quran:
- Al-Quran ini adalah sihir yang dipelajari Muhammad dari penyihir sebelumnya.
- Al-Quran ini hanya ucapan manusia, bukan wahyu.
Lihat bagaimana ancaman balasan yang Allah berikan untuk Walid,
سَأُصْلِيهِ سَقَرَ (٢٦)وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ (٢٧)لا
تُبْقِي وَلا تَذَرُ (٢٨)لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ (٢٩)عَلَيْهَا تِسْعَةَ
عَشَرَ (٣٠)
”Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu,
Apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya
ada sembilan belas (malaikat penjaga). (QS. Al-Mudatstsir: 26 – 30)
Upaya Al-Walid bin Mughirah dalam bentuk berfikir ternyata bukan amal
sia-sia. Allah beri nilai amal ini dan Allah catat sebagai amal kejahatan.
Saat ini, ada jutaan kelompok yang berpikir, bagaimana bisa
menumbangkan dakwah Islam yang benar. Berpikir bagaimana bisa menjauhkan
masyarakat dari dakwah tauhid dan sunnah. Dibalutkan berbagai macam
gelar dan julukan, yang jika kita perhatikan, itu bukan suatu kebetulan.
Tapi sesuatu yang sudah direncanakan.
Ada juga yang berpikir menjauhkan remaja dari aturan Islam. Berpikir bagaimana mengajak mereka selalu happy
dengan gaya glamor hedonis: hidup sekali, puas-puasin sekalian.
Berpikir bagaimana agar bisa menelanjangi wanita dan para muslimah. Girls day out, girls free, girls … girls …. Semuanya bukan sesuatu yang bersifat kebetulan. Itu melalui proses berpikir.
Anda yang saat ini berpikir, bagaimana mengembangkan dakwah tauhid
dan sunnah, jangan remehkan usaha ini. Sekalipun hanya berpikir,
semuanya tidak sia-sia. Berpikir mengemas dakwah dalam format yang
menawan. Berpikir mengajak orang berbuat baik dengan bentuk yang lebih
elegan. Berpikir bagaiaman cara mudah mengajak muslimah untuk sadar akan
kehormatannya.
Ingat, semua itu bukan sesuatu yang hampa tanpa bekas. Karena berpikir pun ada dosa dan pahalanya.
Posting Komentar