Sebagian besar membolehkannya secara bersyarat, sesuai pertimbangan maslahat dan mudharat, asalkan bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk memperjuangkan Islam dan hak kaum muslimin, seperti Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Al-Albani, Syeikh ‘Utsaimin, Syeikh Ali Al-Khafif, Syeikh Jum’ah Amin Abdul Aziz, Syeikh Shalih Fauzan, Syeikh Abdul ‘Aziz Alu Asy Syeikh, Syeikh Al-Qaradhawi, Syeikh Salim Al-Bahsanawi, Syeikh Abdurrahman As-Sa’di, Syeikh Abdullah ‘Azzam, Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Saudi Arabia seperti Syeikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syeikh Abdullah Ghudyan, Syeikh Abdullah bin Qu’ud, para ulama di Al-Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami, para ulama Al-Azhar seperti Syeikh Abu Zahrah, Syeikh Hasanain Makhluf, Syeikh Sayyid Ath Thanthawi, dan lainnya.
Tulisan ini hanya akan memaparkan pihak yang membolehkan saja, sebab untuk pihak yang melarang sudah cukup banyak disampaikan oleh para pendukungnya di berbagai situs internet. Silakan mencarinya. Dalam hal ini seharusnya, kita berlapang dada atas perbedaan ini, jangan memaksakan kehendak, apalagi sampai menuduh sesat dan kafir, sebab ini masalah ijtihadiyah yang lapang sebagaimana dikatakan Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid dan Syeikh Shalih bin Ghanim Sadlan.
Berikut ini fatwa-fatwa mereka:
1. Asyh Syeikh Dr. Abdullah Al-Faqih Hafizhahullah
Beliau ditanya tentang hukum mencalonkan diri dalam parlemen untuk maslahat kaum muslimin, dan hukum memilih partai sekuler, Beliau menjawab:
فإنه لا يجوز التعاون مع الأحزاب العلمانية والشيوعية، لما
تعتقده من أفكار إلحادية، فإن الترجمة الصحيحة للعلمانية هي: اللادينية أو
الدنيوية، ومدلول العلمانية المتفق عليه يعني عزل الدين عن الدولة وحياة
المجتمع، كما أن معنى الشيوعية يقوم على أساس تقديس المادة، وأنها أساس كل
شيء، كما أنه مذهب فكري يقوم على الإلحاد، وعدم الاعتراف برب الأرض
والسماوات، أما عن دخول المجالس النيابية عن طريق الانتخابات وغيرها،
فالأصل أن نفع المسلمين بأي وسيلة لا تؤدي إلى الإثم أمر مشروع في الجملة،
فمن كانت نيته بالترشيح لهذه المجالس خدمة المسلمين وتحصيل حقوقهم، فلا نرى
مانعاً من ذلك، وقد بينا ذلك بإذن الله في الفتوى رقم:
5141.
Tidak boleh bekerjasama dengan partai-partai sekuler dan komunis,
karena dasar pemikiran mereka adalah anti Tuhan. Penjelasan yang benar
tentang sekulerisme adalah anti agama, dan yang disepakati tentang
sekulerisme adalah menghapuskan agama dari negara dan kehidupan
masyarakat. Sebagaimana makna komunisme yang merupakan pemikiran yang
didasari sikap pemujaan kepada materi, dan materialisme merupakan
pondasi semuanya, sama halnya dengan pemikiran yang ditegakkan oleh
atheis, yang menghilangkan sama sekali pengakuan atas adanya Tuhannya
bumi dan langit.Ada pun masuk ke dalam majelis perwakilan (parlemen) melalui jalan pemilu dan selainnya, maka pada dasarnya melahirkan manfaat bagi kaum muslimin dengan cara apa saja yang tidak membawa pada dosa, itu merupakan cara yang diperintahkan syariat secara umum. Maka, siapa saja yang niat pencalonannya adalah untuk melayani kaum muslimin dan mengambil hak-hak mereka, maka kami memandang hal itu tidak terlarang. Kami telah jelaskan hal ini, dengan izin Allah, dalam fatwa No. 5141. (Fatawa Asy-Syabakah Al-Islamiyah, 1/565)
Beliau juga menasihati agar tidak sembarang memakai fatwa ulama sebuah negara untuk keadaan di negara lain, khususnya tentang larangan ikut serta dalam pemilu, karena masing-masing negara punya keadaan yang tidak sama. Maka, adalah hal aneh memaksakan pendapat ulama yang mengharamkan pemilu di negerinya, untuk diberlakukan disemua negara muslim. Dalam masalah ini dibutuhkan pemahaman tahqiqul manath, kecerdasan berfiqih, bukan asal comot fatwa ulama, sebagaimana yang dilakukan banyak para pemuda yang semangat beragama, tapi mereka laksana Ar-Ruwaibidhah zaman ini. Ar-Ruwaibidhah adalah orang bodoh tapi sok membicarakan urusan orang banyak.
Asy Syeikh mengatakan:
لأن مبنى الأمر عندئذ على فقه المصالح والمفاسد، وأهل
العلم من كل بلد هم أقدر الناس على تقدير هذه الأمور، فإنهم أدرى بملابسات
بلادهم وأحوالها
Dikarenakan masalah ini dibangun atas dasar pemahaman maslahat dan
mafsadat (kerusakan), dan setiap ulama di masing-masing negara adalah
pihak yang paling tahu tentang ukuran hal-hal tersebut (maslahat dan
mafsadat), dan mereka juga mengetahui keadaan negerinya dan hal-hal
seputarnya. (Ibid, 7/4)2. Asy Syeikh Dr. Ahmad bin Muhammad Al-Khudhairi (Ulama Saudi, Anggota Hai’ah At Tadris di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh)
Beliau ditanya tentang kaum muslimin yang tinggal di Barat, bolehkah ikut pemilu di sana yang nota bene calon-calonnya adalah kafir.
المسلمون الذين يعيشون في بلاد غير إسلامية يجوز لهم على الصحيح المشاركة في
انتخاب رئيس للبلاد أو انتخاب أعضاء المجالس النيابية إذا
كان ذلك سيحقق مصلحة للمسلمين أو يدفع عنهم مفسدة، ويحتج لذلك بقواعد
الشريعة العامة التي جاءت بتحقيق
المصالح ودرء المفاسد، واختيار أهون الشرين، وعلى المسلمين هناك أن يقوموا بتنظيم
أنفسهم وتوحيد كلمتهم لكي يكون لهم تأثير واضح وحضور فاعل يؤخذ في الحسبان عند
اتخاذ القرارات الهامة التي تخص المسلمين في تلك البلاد أو غيرها.
Kaum muslimin yang tinggal di negeri non-muslim, menurut pendapat yg
benar adalah boleh berpartisipasi dalam pemilihan presiden di berbagai
negara, atau memilih anggota majelis perwakilan jika hal itu dapat
menghasilkan maslahat bagi kaum muslimin atau mencegah kerusakan bagi
mereka. Dan, hujjah dalam hal ini adalah adanya berbagai kaidah syariat
umum yang memang mendatangkan berbagai maslahat dan mencegah berbagai
kerusakan, dan memilih yang lebih ringan di antara dua keburukan, dan
mestilah bagi kaum muslimin di sana mengatur diri mereka, menyatukan
kalimat mereka, agar mereka memperoleh pengaruh yang jelas. Kehadiran
mereka bisa memberikan kontribusi atas berbagai keputusan-keputusan
penting khususnya bagi kaum muslimin di negeri itu dan lainnya. (Fatawa Istisyarat Al-Islam Al-Yaum, 4/506)3. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah
Beliau ditanya tentang pemilu di Kuwait, yang diikuti oleh para aktifis Islam, Beliau menjawab:
أنا أرى أن الانتخابات واجبة, يجب أن نعين من نرى أن فيه
خيراً, لأنه إذا تقاعس أهل الخير من يحل محلهم؟ أهل الشر, أو الناس
السلبيون الذين ليس عندهم لا خير ولا شر, أتباع كل ناعق, فلابد أن نختار من
نراه صالحاً
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير
Saya berpendapat, bahwa mengikuti pemilu adalah wajib, wajib bagi kita memberikan pertolongan kepada orang yang kita nilai memiliki kebaikan, sebab jika orang-orang baik tidak ikut serta, maka siapa yang menggantikan posisi mereka? Orang-orang buruk, atau orang-orang yang tidak jelas keadaannya, orang baik bukan, orang jahat juga bukan, yang asal ikut saja semua ajakan. Maka, seharusnya kita memilih orang-orang yang kita pandang adanya kebaikan. Jika ada yang berkata: “Kita memilih satu orang tetapi kebanyakan seisi majelis adalah orang yang menyelesihinya.” Kami katakan: “Tidak apa-apa, satu orang ini jika Allah jadikan pada dirinya keberkahan, dan dia bisa menyatakan kebenaran di majelis tersebut, maka itu akan memiliki dampak baginya.” (Liqo Bab Al-Maftuuh kaset No. 211)
4. Syeikh Abdul Muhsin Al-Ubaikan Hafizhahullah
Beliau ditanya tentu ikut memberikan suara dalam pemilu sebagai berikut:
السؤال : السلام عليكم و رحمة الله و بركاته كيف حالك
ياشيخ يا شيخ عندي سؤال وهو فيما يتعلق بالإنتخابات هل ننتخب أو لا وأرجو
ان توضحو لي مرفوقين بالدليل أفتوني مأجورين إن شاء الله وارجو أن يكون في
اقرب وقت لأنها لا تبقى عليها إلا 7 أيام فقط والسلام عليكم و رحمة الله و
بركاته
الإجابة:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. الدخول في الانتخابات
مطلوب حتى لا يأتي أهل الشر فيستغلون هذه المناصب لبث شرورهم وهذا ما يفتي
به سماحة الشيخ ابن باز والعلامة الشيخ ابن عثيمين رحمهم الله
Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Apa kabar Syeikh, Ya Syeikh saya da pertanyaan terkait pemilu, apakah kita mesti ikut pemilu? Saya harap Anda menjelaskan kepadaku dengan dalil-dalil, semoga Allah Ta’ala memberikan pahala, dan aku harap Anda menjawabnya secepatnya. Was Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Jawaban: Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Berpartisipasi dalam pemilu adalah suatu hal yang dituntut untuk dilakukan supaya orang yang jahat tidak bisa menjadi anggota dewan untuk menyebarluaskan kejahatan mereka. Inilah yang difatwakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin”. (Sumber:http://al-obeikan.com/show_fatwa/619.html)
5. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
Al Lajnah Ad-Daimah adalah lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi, fatwa ini dikeluarkan ketika masih diketuai oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah. Mereka ditanya tentang hukum ikut pemilu di sebuah negeri yang negaranya tidak memakai hukum Allah Ta’ala. Mereka menjawab:
لا يجوز للمسلم أن يرشح نفسه رجاء أن ينتظم في سلك حكومة
تحكم بغير ما أنزل الله، وتعمل بغير شريعة الإسلام، فلا يجوز لمسلم أن
ينتخبه أو غيره ممن يعملون في هذه الحكومة، إلا إذا كان من
رشح نفسه من المسلمين ومن ينتخبون يرجون بالدخول في ذلك أن يصلوا بذلك إلى
تحويل الحكم إلى العمل بشريعة الإسلام، واتخذوا ذلك وسيلة إلى التغلب على
نظام الحكم، على ألا يعمل من رشح نفسه بعد تمام الدخول إلا في مناصب لا
تتنافى مع الشريعة الإسلامية.
Tidak boleh bagi seorang muslim mencalonkan dirinya, dengan itu dia
ikut dalam sistem pemerintahan yang tidak menggunakan hukum Allah, dan
menjalankan bukan syariat Islam. Maka tidak boleh bagi seorang muslim
memilihnya atau selainnya yang bekerja untuk pemerintahan seperti ini, KECUALI jika
orang yang mencalonkan diri itu berasal dari kaum muslimin dan para
pemilih mengharapkan masuknya dia ke dalamnya sebagai upaya memperbaiki
agar dapat berubah menjadi pemerintah yang berhukum dengan syariat
Islam, dan mereka menjadikan hal itu sebagai cara untuk mendominasi
sistem pemerintahan tersebut. Hanya saja orang yang mencalonkan diri
tersebut, setelah dia terpilih tidaklah menerima jabatan kecuali yang
sesuai saja dengan syariat Islam. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah No. 4029, ditanda tangani oleh Syeikh bin Baaz, Syeikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Syeikh Abdullah Ghudyan, Syeikh Abdullah bin Qu’ud)6. Fatwa Al-Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami, dalam pertemuan ke 19 Rabithah ‘Alam Islami, di Mekkah Pada 22-17 Syawwal 1428H (3-8 November 2007M)
Mereka menelurkan fatwa bahwa hukum pemilu tergantung keadaan di sebuah Negara, di antaranya:
مشاركة المسلم في الانتخابات مع غير المسلمين في
البلاد غير الإسلامية من مسائل السياسة الشرعية التي يتقرر الحكم فيها في
ضوء الموازنة بين المصالح والمفاسد، والفتوى فيها تختلف باختلاف الأزمنة
والأمكنة والأحوال.
Partisipasi seorang muslim dalam pemilu bersama non-muslim di
negeri non-muslim, termasuk permasalahan As-Siyasah Asy Syar’iyah yang
ketetapan hukumnya didasarkan sudut pandang pertimbangan antara maslahat
dan kerusakan, dan fatwa tentang masalah ini berbeda-beda sesuai
perbedaan zaman, tempat, dan situasi. (selesai kutipan)Jadi, tidak benar memutlakan keharamannya, sebagaimana tidak benar memutlakan kebolehannya, semuanya disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda. Di negeri Indonesia, inilah cara yang paling mungkin berpartisipasi bagi seorang muslim untuk memperbaiki keadaan pemerintahan negaranya. Di tambah lagi, negeri ini masih negeri muslim, bukan negeri kafir walau sistem dan hukum yang berlaku belum Islami.
Dan, masih banyak lagi fatwa para ulama yang membolehkan pemilu.
Nasihat Ulama Terhadap Perselisihan Pendapat dalam Ijtihad
Berikut ini nasihat para imam Ahlus Sunnah dalam menyikapi berbagai perselisihan fiqih.
Nasihat Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah
Imam Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri, sebagai berikut:
سفيان الثوري، يقول: إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه.
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih
diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau
mencegahnya.” (Imam Abu Nu’aim Al-Asbahany, Hilyatul Auliya’, Juz. 3, hal. 133)Pandangan Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Dalam kitab Al-Adab Asy Syar’iyyah:
وقد قال أحمد في رواية المروذي لا ينبغي للفقيه أن يحمل الناس على مذهبه .
ولا يشدد عليهم وقال مهنا سمعت أحمد يقول من أراد أن يشرب هذا النبيذ يتبع فيه شرب من شربه فليشربه وحده .
“Imam Ahmad berkata dalam sebuah riwayat Al-Maruzi (Al Marwadzi),
tidak seharusnya seorang ahli fiqih membebani manusia untuk mengikuti
madzhabnya dan tidak boleh bersikap keras kepada mereka. Berkata
Muhanna, aku mendengar Ahmad berkata, ‘Barangsiapa yang mau minum nabidz
(air perasan anggur) ini, karena mengikuti imam yang membolehkan
meminumnya, maka hendaknya dia meminumnya sendiri.” (Imam Ibnu Muflih, Al-Adab Asy Syar’iyyah, Juz 1, hal. 212. Syamilah)ولا يشدد عليهم وقال مهنا سمعت أحمد يقول من أراد أن يشرب هذا النبيذ يتبع فيه شرب من شربه فليشربه وحده .
Para ulama beda pendapat tentang halal-haramnya air perasan anggur, namun Imam Ahmad menganjurkan bagi orang yang meminumnya, untuk tidak mengajak orang lain. Ini artinya Imam Ahmad bersikap, bahwa tidak boleh orang yang berpendapat halal, mengajak-ngajak orang yang berpendapat haram.
Imam Yahya bin Ma’in Rahimahullah
Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata tentang Yahya bin Ma’in:
قال ابن الجنيد: وسمعت يحيى، يقول: تحريم النبيذ صحيح،
ولكن أقف، ولا أحرمه، قد شربه قوم صالحون بأحاديث صحاح، وحرمه قوم صالحون
بأحاديث صحاح.
Berkata Ibnu Al-Junaid: “Aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata: “Pengharaman nabidz (air perasan anggur) adalah benar, tetapi aku no coment,
dan aku tidak mengharamkannya. Segolongan orang shalih telah meminumnya
dengan alasan hadits-hadits shahih, dan segolongan orang shalih lainnya
mengharamkannya dengan dalil hadits-hadits yang shahih pula.” (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam an Nubala, Juz. 11, Hal. 88. Mu’asasah Ar-Risalah, Beirut-Libanon. Cet.9, 1993M-1413H)Pandangan Imam Nawawi
Berkata Imam an Nawawi Rahimahullah:
وَمِمَّا يَتَعَلَّق بِالِاجْتِهَادِ لَمْ يَكُنْ
لِلْعَوَامِّ مَدْخَل فِيهِ ، وَلَا لَهُمْ إِنْكَاره ، بَلْ ذَلِكَ
لِلْعُلَمَاءِ . ثُمَّ الْعُلَمَاء إِنَّمَا يُنْكِرُونَ مَا أُجْمِعَ
عَلَيْهِ أَمَّا الْمُخْتَلَف فِيهِ فَلَا إِنْكَار فِيهِ لِأَنَّ عَلَى
أَحَد الْمَذْهَبَيْنِ كُلّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ . وَهَذَا هُوَ الْمُخْتَار
عِنْد كَثِيرِينَ مِنْ الْمُحَقِّقِينَ أَوْ أَكْثَرهمْ . وَعَلَى
الْمَذْهَب الْآخَر الْمُصِيب وَاحِد وَالْمُخْطِئ غَيْر مُتَعَيَّن لَنَا ،
وَالْإِثْم مَرْفُوع عَنْهُ
“Dan Adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam
menceburkan diri ke dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi
itu tugas ulama. Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara
yang disepati para imam. Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana.
Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini
adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti (muhaqqiq).
Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu, dan
yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat
dosanya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/131. Mawqi’ Ruh Al-Islam)Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash qath’i dan ijma’. Adapun zona ijtihadiyah, maka tidak bisa saling menganulir.
Pandangan Imam Jalaluddin As-Suyuthi
Ketika membahas kaidah-kaidah syariat, Imam As-Suyuthi berkata dalam kitab Al-Asybah wa An Nazhair
الْقَاعِدَةُ الْخَامِسَةُ وَالثَّلَاثُونَ ” لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيهِ ، وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
Kaidah yang ke-35, “Tidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah
yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku
pada pendapat yang bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam As-Suyuthi, Al-Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Syamilah)
Posting Komentar