Bantu Menghafal Al Qur'an

Headlines News :
Home » » Mempersulit Pernikahan

Mempersulit Pernikahan

Written By Unknown on Senin, 13 Januari 2014 | 09.03

Mempersulit pernikahan
“Pernikahan itu sangat sensitif,” kata Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh, “dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya.”
Pernikahan itu sangat sensitif. Pada saat itu seseorang menjadi peka, lebih peka dari sebelumnya. Boleh jadi ia menjadi lebih peka terhadap kebajikan-kebajikan dan akhlak mulia. Boleh jadi ia justru menjadi peka terhadap kekurangan-kekurangan orang lain sekalipun sedikit, sedangkan kebaikannya yang banyak tidak nampak di mata.
Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau sebuah pernikahan mengalami keretakan dan kegersangan, yang merasakan panas serta gerahnya tidak hanya suami dan istri. Sanak-kerabat pun bisa ikut merasakan. Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau masing-masing pribadi berusaha untuk saling menyelami dan menguatkan jalinan perasaan (al-athifah) untuk kebaikan bersama, guncangan-guncangan besar pun insya-Allah tidak menggoyahkan. Apalagi guncangan kecil, baik dari tetangga maupun keluarga.
Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau masing-masing berusaha untuk mendapatkan kemuliaan –bukan dimuliakan– insya-Allah mereka akan meraih rumahtangga yang barakah, sakinah (menenteramkan jiwa) mawaddah wa rahmah (diliputi oleh rasa cinta dan kasih-sayang).
Pernikahan itu sangat sensitif. Segala jalan yang menyebabkan munculnya keraguan dan kebimbangan mengenai akhlak maupun fisiknya, perlu dijauhkan. Setiap pintu yang bisa membukakan penyesalan perlu ditutup, sedangkan pintu yang mendatangkan kemantapan dan terhapusnya jalan penyesalan sebaiknya dibuka lebar.
Sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan merupakan jalan besar menuju keluarga yang barakah, sakinah, mawaddah wa rahmah. Sementara itu, mempersulit proses pernikahan dapat membuka pintu-pintu madharat. Mempersulit proses pernikahan melapangkan jalan fitnah dan mafsadat (kerusakan) masyarakat. Tetapi yang ingin saya bahas di sini adalah madharat bagi suami-istri yang akan menikah.
Rasulullah bersabda,“Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya.”
Ada beberapa madharat yang bisa muncul akibat proses pernikahan yang dipersulit:
Pertama, Menyebabkan Pembandingan
Sulitnya menempuh proses pernikahan, dapat menyebabkan orang melakukan pembandingan. Ia membandingkan proses yang ia jalani. Bisa juga membandingkan orang yang dikehendaki.
Adakalanya, orang membandingkan dengan proses yang ditempuh oleh orang lain. Pembandingan menyebabkan munculnya penilaian. Sebagian dari penilaian masih berada dalam kebenaran, akan tetapi sebagian lagi dapat menjatuhkan kepada prasangka dan dosa. Ia menilai iktikad calon teman hidupnya maupun keluarganya.
Adakalanya, orang membandingkan calon istrinya dengan orang lain.
Pembandingnya bisa jadi memang benar-benar ada, bisa jadi imajinatif. Ia tidak membandingkan calon istrinya dengan seseorang, tetapi membandingkan dengan apa yang diangan-angankannya di waktu dulu. Sumber pembandingan bisa jadi cerita orang, bisa juga buku-buku tentang nikah.
Mungkin ia membandingkan calonnya dalam aspek psikis. Misalnya, keramahan dan kelembutannya. Mungkin juga ia membandingkan aspek fisik si calon dengan orang lain, sehingga ia menjadi kurang lega dan mantap dibanding sebelumnya. Padahal, ketika sudah menikah saja seorang istri perlu menjauhkan suami dari membanding-bandingkan kecantikan istri dengan orang lain. Sebab ini dapat membuka jalan ketidakpuasan dan penyimpangan.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,  Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudian ia ceritakan kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat wanita tersebut.” (HR Bukhari & Muslim).
Kedua, Menimbulkan Keraguan
Ketika Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘Anh akan meminang seorang wanita, begitu An Nasa’i menceritakan dalam hadisnya, Rasulullah bertanya, “Sudahkah kamu melihat wanita itu?”
Kemudian Mughirah menjawab, “Belum.”
Rasulullah kemudian berkata, “Lihatlah wanita itu, karena akan mengurangi penyesalan antara kedua belah pihak. Yakni memberi kemungkinan tumbuhnya keserasian, keselarasan, dan kebersamaan antara keduanya.”
Al-Amasy berkata, “Setiap perkawinan yang dilangsungkan tanpa saling melihat akan menyebabkan kesusahan dan kesedihan.”
Melihat wanita yang akan dinikahi dapat menumbuhkan kemantapan. Ia lebih yakin kepada satu pilihan. Mudah-mudahan mereka akan memperoleh keserasian dan keselarasan setelah menikah.
Ketika proses pernikahan dipersulit, orang dapat membanding-bandingkan. Ini membuka jalan ketidakpuasan dan ketidakrelaan. Proses pernikahan yang dipersulit juga dapat mengakibatkan orang menjadi tidak mantap melangkah, sekurang-kurangnya menjadi ragu. Padahal kemantapan terhadap pilihan sangat diperlukan agar tercapai keselarasan, keserasian dan kebersamaan antara keduanya. Demi mencapai kemantapan agar tidak mengangankan yang lain, orang boleh melihat calonnya.
Mari kita lihat kembali kisah Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘Anh melalui jalur lain:
Ketika Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang wanita, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, “Pergilah untuk melihat wanita itu, karena dengan melihat itu akan memberikan jaminan bagi kelangsungan hubunganmu berdua.” Dia melaksanakannya, lalu menikahinya. Di kemudian hari ia menceritakan tentang kerukunan dirinya dengan wanita tersebut. (HR Ibnu Majah, An Nasa’i dan At Tirmidzi).
Kalau orang merasakan keraguan, barakah pernikahan bisa berkurang.
Na’udzubillahi min dzalik.
Ketiga, Melemahkan Kesediaan untuk Berjuang Bersama
Proses pernikahan yang dipersulit bisa melemahkan kesediaan untuk berjuang bersama-sama. Kalau semula keluarga dibayangkan sebagi perahu yang perlu dikayuh bersama-sama, sulitnya proses pernikahan dapat menyebabkan pikiran berubah. Ia telah membayar proses pernikahan dengan kesulitan. Setelah akad nikah tercapai, tibalah saatnya untuk menjadi penumpang saja di perahu itu. Tidak mengayuhnya bersama-sama.
Keluarga yang demikian ini akan timpang. Apalagi kalau masing-masing merasa paling banyak berjuang dalam mengibarkan layar pernikahan.
Keempat, Mengeraskan Hati
Proses pernikahan yang sulit dapat mengeraskan hati dan meninggikan tuntutan psikis terhadap istri. Kerasnya hati menyebabkan komunikasi begitu kering. Tidak ada dialog dari hati ke hati, sehingga mata harus menangis karena perhatian orang yang tercinta ada yang mengikis. Jarang sekali ada silaturrahmi, justru antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Sehingga masing-masing berjalan sendiri. Kalau ada kebahagiaan, ia rasakan sendiri. Kalau ada keperihan, ia tangisi sendiri.
Tingginya tuntutan psikis terhadap istri, menyebabkan suami kurang bisa merasakan kebaikan-kebaikan istri walaupun sebenarnya sangat besar. Ia selalu merasa kecewa dan kesal terhadap istrinya. Padahal istri sudah melakukan banyak hal. Ia mudah menyalahkan istrinya sebagai orang yang tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. Meskipun ia tahu setiap orang mempunyai kekurangan (sama seperti dirinya).
Tuntutan psikis yang tinggi menjadikan apa yang dipandang selalu kurang. Kalau Anda memaki kacamata gelap, matahari yang terang pun kelihatan redup!
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kajian Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger