Bantu Menghafal Al Qur'an

Headlines News :
Home » » Salafiyah

Salafiyah

Written By Unknown on Senin, 13 Januari 2014 | 08.37

Istilah salafiah diambil dari kata dasar salaf, berarti yang telah lalu.
Dalam al-Qur’an disebutkan:
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu.” (al-Baqarah: 275)
Dalam kamus “Lisan al-’Arab” karya Ibnu Manzhur dikatakan bahwa kata salif berarti yang berlalu, atau yang mendahului. Oleh sebab itu, dalam pengertian konteks agama, salafiah dan salafi, adalah merujuk aturan-aturan agama pada sumber aslinya yang pertama: Kitab dan Sunnah dengan mengesampingkan selain keduanya.
Dengan kejelasan batasan pengertian ini, dalam tradisi pemikiran Islam, setiap pemahaman salafi merujuk pemahaman Agama pada al-Qur’an dan sunnah, akan tetapi di antara mereka ada yang berhenti hanya pada lahiriah teks-teks Agama, bahkan ada yang menggunakan penalaran akal dalam memahami Agama: baik men-ta’wil secara ekstrim, atau moderat.
Di antara golongan salafi terdapat kelompok jumud dan taklid; ada pula kelompok tajdid yang merujuk pada jawaban terhadap realitas modern, ada lagi kelompok yang ingin mengembalikan kejayaan ke masa lalu, jaman keemasan peradaban Islam, dengan berbagai kreatifitas intelektualnya; kelompok lain yang ingin mempertahankan tradisi masa lalu dengan tetap mengacu pada pemikiran konservatif secara taklid.
Di antara golongan salafi adalah mereka yang bertaklid pada setiap tradisi tanpa membedakan antara pemikiran dan pengalaman empirik yang telah dicapai oleh generasi masa lalu serta tidak membedakan antara ketetapan prinsip-prinsip pokok dan hal-hal yang senantiasa berubah: diskrit dan kontinum. Ada pula yang mengacu pada ketentuan-ketentuan yang bersifat tetap untuk dijadikan dasar pedoman mengambil pelajaran dari pengalaman empirik serta perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarah. Ada lagi kelompok salafi yang menganut pandangan hidup pada masa lalu tanpa melihat kenyataan modernitas. Sedangkan sekelompok yang lain memadukan antara masa lalu dan kenyataan modern.
Keanekaragaman ini yang kadang-kadang mendekati tingkat kontradiksi antara kelompok-kelompok yang disebut dengan salafi adalah yang menjadi kandungan pengertian dalam istilah ini, khususnya dalam pemikiran modern, sehingga tidak jelas, menimbulkan salah pengertian dan bahkan salah penilaian. Sebab setiap orang pada hakekatnya adalah salafi, dalam pengertian bahwa dia mempunyai masa lalu yang dijadikan rujukan afiliasi dan loyalitas. Akan tetapi perbedaannya terletak pada: siapakah masa lalu yang menjadi rujukan itu? Bagaimana memperlakukan masa lalu itu, apakah menjauhi atau menghadirkannya? Bertaklid atau berijtihad di dalamnya?
Aliran pemikiran paling menonjol yang berusaha untuk menggunakan istilah salafiah dalam tradisi pemikiran Islam adalah aliran Ahlul Hadits, yang sangat memusuhi pengaruh filsafat Yunani serta rasionalisme dalam pemahaman agama, lalu berpegang teguh pada teks-teks secara lahiriah bahkan lebih mengutamakan nash –yang lemah sekalipun– daripada penalaran akal (ra’y), ta’wil, qiyas dan metodologi akal lainnya. Kelompok ini memandang dirinya paling berhak disebut salafiah, padahal ia hanyalah satu dari sekian kelompok salafiah. Dalam manhaj aliran ini nash berada di atas segalanya, bahkan hampir dapat dikatakan bahwa hanya nash-lah yang dapat dipakai untuk hujjah. Nash, fatwa sahabat, fatwa pilihan jika terdapat perbedaan fatwa sahabat, hadits mursal dan dha’if, serta qiyas dalam keadaan darurat, adalah lima landasan pokok yang digariskan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam aliran ini, yang dengan sendirinya menolak pendapat akal, qiyas, ta’wil, citarasa, akal, serta kausalitas dalam pemikiran agama. Sementara dalam rantai mujaddidin (para pembaharu dalam pemikiran Islam) sepanjang rentang sejarah, mereka adalah salafi yang memahami agama seperti halnya yang dipahami oleh umat Islam generasi terdahulu dengan mengacu pada Kitab dan Sunnah, dengan intelektualitas Islam yang komprehensif antara akal dan naql, dan menatap –dengan pembaharuan mereka– pada realitas modern dan mengantisipasi masa depan.[1]


[1] Lebih lanjut lihat, Imam Ahmad bin Hanbal, dalam ‘Aqaid as-Salafiyyah, ed. DR. Ali Sami’ an-Nasysya’, dan DR. Ammar Thalibi, al-Iskandariah, 1971. 

Sumber : Salafiyah
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kajian Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger